Beberapa waktu lalu, saya pernah menuangkan pengalaman saya
dalam bentuk tulisan, mengenai hubungan militer Indonesia dan Brunei. Saya
tertarik untuk menuliskannya karena fakta yang saya alami sungguh sangat jauh
berbeda dengan info-info yang disajikan berbagai media.
Berbekal sebuah tali persaudaraan yang telah terjalin erat
antara saya dengan seorang sahabat dari Brunei, sayapun berangkat memenuhi
undangannya untuk bersilaturahmi dengan keluarga beliau. Kami sangat dekat,
karena dulu sewaktu kanak-kanak, kami pernah sama-sama tinggal dalam sebuah
kompleks perumahan milik perusahaan minyak Inggris di Maracaibo, Venezuela.
Seiring bertambahnya usia, kini tidak terasa bahwa kami telah menapaki karir
masing-masing. Kebetulan profesi yang diambil sahabat saya adalah di bidang
militer. Saya rasa bukanlah sesuatu yang istimewa jika ada diantara teman lama
kita saat ini sudah memiliki pangkat dan kedudukan yang cukup tinggi di sebuah
instansi. Saya yakin apa yang saya alami juga sangat mungkin dialami oleh individu
lain. Itu hal biasa..!
Satu hal yang tidak biasa dan mungkin sangat luar biasa bagi
saya pada waktu kunjungan itu adalah apa yang terhidang di depan mata saya.
Maklum, bagaimana pun saya adalah orang Indonesia, dan selama ini sangat
bergantung pada informasi dari berbagai media di Indonesia. Tidak salah rasanya
jika saya menyebut pengalaman saya ini sebagai sebuah paradoks informasi.
Bagaimana tidak, sewaktu masih di Indonesia dulu, saya membaca hampir semua
media massa utama yang ada di negeri kita. Salah-satu hal yang paling menarik
adalah pembahasan tentang konflik Ambalat antara Indonesia dan Malaysia. Di
situ banyak diulas tentang kelemahan Tentara Nasional Indonesia jika
dibandingkan dengan Angkatan Tentera Malaysia. Kepemilikan asset senjata TNI
tertinggal sangat jauh daripada asset senjata ATM. Di mata media Indonesia,
hampir tidak ada sedikitpun keyakinan atas sebuah kemenangan sekiranya saat itu
meletus sebuah peperangan. Indonesia dilukiskan sebagai sosok yang besar namun
tidak kekar. Bahkan saya masih terbayang dengan berbagai lukisan karikatur yang
seringkali melengkapi berita yang disajikannya, disitu terlukis sebuah
perbedaan mencolok antara Indonesia dan Malaysia. Kapal perang Malaysia
digambarkan sebagai kapal perang modern dengan persenjataan yang lengkap,
sedangkan KRI kita hanyalah sebuah perahu tua..! Saya tidak tahu apa makna
sejati yang terkandung di dalam lukisan itu, apakah si pelukis ingin mengatakan
bahwa sangat mustahil bagi kita untuk bisa melumpuhkan kekuatan militer Malaysia
saat itu, atau sebaliknya, kita ingin menyindir negeri jiran kita bahwa untuk
melumpuhkan kekuatan militer Malaysia, kita tidak perlu berbagai peralatan dan
persenjataan canggih..! Kapal Malaysia cukup kita lawan dengan perahu
nelayan..! Hehehe..! Wallahualam..
Ironisnya, meski kita digambarkan sebagai negara yang lemah
secara militer, namun konflik itu pun kemudian reda hanya dengan sebuah
kunjungan super heroik seorang presiden SBY, yang menyengajakan datang dan
berdiri langsung di atas karang Unarang yang dipersengketakan. Sejak saat itu,
baik Indonesia maupun Malaysia, sama-sama menahan diri, dan berusaha terus
meningkatkan kemampuan militernya masing-masing..!
Kini setelah sekian tahun berdomisili di Malaysia, sedikit
banyak, saya bisa mengetahui peta kekuatan yang dimiliki oleh kedua negara. Apa
yang pernah saya baca di media Indonesia saat itu, tak lain adalah konten
berita yang dibuat untuk media Malaysia, yang hingga kini masih dikontrol
dengan ketat oleh pihak kerajaan, adapun di Indonesia, saat itu kita telah dan
sedang menikmati sebuah kebebasan pers yang hampir maksimum. Dalam hal ini,
saya kagum dengan langkah Malaysia, yang secara rapi mengatur berbagai elemen
untuk berada dalam barisan yang sama dalam menghadapi sebuah konflik. Saya
yakin ini sebuah strategi pertahanan, bukan sekedar pemberitaan. Sayangnya hal
ini kurang dimiliki oleh pers Indonesia.
Kembali ke perjalanan saya di Brunei, waktu itu saya diajak
jalan-jalan ke sebuah tempat yang bernama Muara Naval Base, dan disitulah saya
menemukan apa yang saya sebut sebagai paradoks informasi. Apa yang diungkap
oleh media nasional tentang lemahnya TNI kita saat menghadapi konflik Ambalat,
ternyata tidak semuanya benar. Asset militer kita yang konon sangat kurang,
justru di Bruneilah saya bisa melihat dan menyaksikannya. Pun demikian dengan
Karang Unarang, nyatanya wilayah itu kini masih menjadi wilayah NKRI, dan
menara suar yang sewaktu proses pembangunannya sempat mengalami intimidasi dari
pihak militer Malaysia, kini mampu tegak dan tegar berdiri. Menara itu bukan
hanya sebuah piranti keamanan, namun lebih daripada itu, kini telah menjelma
sebagai sebuah simbol kemenangan..!
Di Bolkiah Garison, kini saya menemukan kebanggaan sebagai orang
Indonesia, selain karena saya tidak perlu berbahasa Inggris, citra Indonesia
juga sangat baik, bahkan disinilah satu-satunya tempat diluar Indonesia yang
suasananya paling mirip dengan Cilangkap. Jangan kaget jika anda menyapa
perwira yang mungkin kebetulan bertemu di dinning area itu adalah perwira TNI,
dari Indonesia..! Hehehe..! Kadang saya merasa seakan kita sedang membuka
paviliun Cilangkap di Bolkiah Garison, karena hampir setiap saat, selalu ada
orang kita yang bertandang ke sana. Disini, saya hanya bisa tertawa..!
Hehehe...