Tuesday, June 9, 2015

ANTARA AMERIKA DAN AUSTRALIA

Berkesempatan mendapatkan pencerahan langsung dari diplomat senior Indonesia, Hasyim Djalal, pasti akan menjadi moment yang tidak bisa anda lupakan. Paparannya betul-betul tiga dimensi..! Sangat holistik..!
Saya yakin siapapun akan terkejut saat mengetahui betapa besarnya jumlah dana hibah yang diterima Indonesia setiap tahunnya. Konon bisa menyamai bahkan melebihi besaran GDP negara-negara dunia ketiga..! Namun demikian, semakin besar hibah yang kita terima, akan berimbas pada semakin besarnya beban politik yang harus ditanggung oleh pemerintah. Maklum, hibah bukanlah sebuah hadiah yang diberikan begitu saja tanpa ada maksud tertentu. Hibah tak lain dari sebuah aksi politik yang konon sedikit lebih baik daripada sekedar omong kosong. Bagi negara-negara yang sedang membangun, dana hibah juga nyatanya cukup diperlukan dan butuh manajerial yang tepat, karena jika salah melangkah, dana hibah hanya akan menjadi sebuah jeratan dan biang ketergantungan.
Tahun ini Australia telah memangkas bantuan luar negerinya pada Indonesia dan negara-negara Asean lainnya hingga sebesar 40%. Namun demikian, baru-baru ini kongres Amerika Serikat telah mengajukan usulan untuk memberikan bantuan luar negeri pada Indonesia, dan tiga negara Asean lainnya, yakni Thailand, Philippines, dan Vietnam, yang besaran jumlahnya cukup lumayan besar, hingga mencapai angka lebih dari $420 milion.
Sangat menarik, disaat di belahan dunia lain ada banyak negara yang sedang menantikan bantuan, kenapa Australia dan Amerika lebih tertarik untuk membantu Indonesia..?
Hehehe..! Ini jelas ada sebuah kepentingan besar yang diinginkan.
Australia memberikan bantuan luar negerinya setelah Indonesia menolak menerima perjanjian kerjasama pencegatan manusia perahu yang dibanderol pada harga $1 bilion per tahun. Karena kita tak ingin didikte oleh negara manapun, tawaran itu pun akhirnya disambar oleh Malaysia dan Philippines.
Kini Amerika pula yang tiba-tiba bermurah hati. Tentu, ada sesuatu yang sedang diinginkan oleh Paman Sam. Ya benar sekali, mereka sangat berharap kita bisa menjadi pemain bayaran yang bisa menyekat pergerakan China di Laut China Selatan. Tidak hanya itu, setelah kita menerima hibah 24 unit F16C/52ID, tidak lama berselang kita juga mendapat tawaran beberapa unit heli Apache dan Chinook..!
Apakah Amerika sedang jual obral..? Tidak, apa yang mereka lakukan sejatinya adalah sebuah tindakan yang amat terukur. Kita bisa memesan dan membeli alutsista apa saja dari Amerika mulai saat ini dengan tetap berpatokan pada plafon maximum yang telah mereka tentukan berdasarkan nilai offset yang telah dihitung untuk Indonesia. Konon, kita mengantongi hak offset hingga mencapai $18 bilion. Amerika berkomitmen untuk menyerahkan hak offset ini pada Indonesia, dengan tetap membungkusnya dalam kemasan kredit eksport, agar Indonesia bisa tetap menjadi eksekutor setiap kepentingan Amerika di lapangan. Selain itu, mereka juga telah mendorong World Bank untuk terjun langsung dalam investasi project di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, diawal penawarannya, WB siap untuk mengucurkan pinjaman hingga $11 bilion. Sasarannya juga masih sama, menjegal pergerakan China di Indonesia dan Asean. Luar biasa, seandainya kita menerima semua tawaran itu, maka kita akan menjelma menjadi pion utama bagi setiap kepentingan USA.
Tiba-tiba barusan China mendesak Indonesia untuk sesegera mungkin ikut mewujudkan program kerjasama Jalur Sutera/Silk Road yang telah digagasnya sejak lama. Disini terlihat ada sedikit kerancuan. Silk Road abad 21 ternyata lebih berpostur militer, dan sangat jauh dari kesan saudagar. Pemetaannya lebih ditekankan pada pemerataan kekuatan bersenjata dan memastikan kehadiran kekuatan militer China dari Asia Tenggara, Persia hingga Mediterania..! Akankah kita memaksakan menjadi bagian dari Silk Road abad 21 ini..? Perlu sebuah pemikiran dan perhitungan yang lebih matang..! Hehehe..


No comments:

Post a Comment